Penggalan kisah singkat berjudul Adam ini diambil dari buku kumpulan cerita ’Pengarang Telah Mati’ karangan Sapardi Djoko Damono yang diterbitkan oleh IndonesiaTera cetakan tahun 2005.
Dalam cerita singkat ini Sapardi Djoko Damono mengisahkan dirinya sebagai isi pikiran seorang Adam, bapak dari semua umat manusia. Menurut gw cerita ini sangat cerdas dan menggugah pemikiran kita tentang sejarah Nabi Adam, tanpa menimbulkan hal-hal yang kontroversial.
ADAM
Seperti yang telah engkau pelajari, aku ini debu yang ditiup dengan nyawa agar hidup dan menjelma manusia. (Paragraf 2)
Manusia diciptakan dari tanah, dengan kata lain sekumpulan debu. Setuju tidak...? Tapi apa pernah ada yang mempertanyakan hal ini :
Kenapa dari debu? Dan tidak dari bunga, misalnya?
Kenapa? Bukan sekedar arti kehidupan yang dipandang dari sisi psikologis, tapi ternyata dari segi fisik pun bisa muncul pertanyaan semacam ini. Pernah kepikiran hal ini? Sampai bingung-bingung? Namun dalam kalimat selanjutnya sang tokoh menjawab sendiri pertanyaannya itu.
Aku ini diciptakan, karenanya tidak pernah merasa punya hak untuk mempertanyakan yang bukan-bukan, yang sudah terlanjur dilaksanakan.
Jawaban yang sederhana, tapi sangat mengena.
Di paragraf selanjutnya kita dihadapkan pada perjalanan waktu manusia, yaitu masa lalu dan masa depan. Maknanya dalem banget. Filosofis.
Setiap manusia punya masa lalu. Tetapi apakah debu itu masa lalu? Kalau debu itu dianggap sebagai masa lalu, itu artinya aku tidak punya masa lalu. Dan kalau tidak punya masa lalu, apakah aku bisa punya masa depan? (Paragraf 3)
Sampai di bagian ini, gw cuma bisa ngangguk2 tanda setuju, sambil kebingungan (???). Tapi setelah baca lanjutan kalimatnya, gw jadi merasa bego sambil nepuk jidat.
Mungkin sekali debu itu jugalah masa depanku.
Iya ya, manusia kan kalau mati jadi tanah/debu lagi....
Nah, di paragraf selanjutnya yang paling menarik dan cukup (ehm) romantis. Sebenarnya di bagian ini diajukan pertanyaan yang tidak asing lagi, atau mungkin sebagian dari kita menganggap hal ini tidak penting?
....kenapa aku ditendang dari Firdaus. Jika kujawab bahwa itu disebabkan oleh ibumu, itu sama sekali tidak adil. (Paragraf 4)
Ya. Betul, betul. Nggak adil. (Kaum wanita boleh berbangga hati nih. Karena selama ini wanita selalu disalahkan atas kehancuran hidup kaum pria :) ) Baca selanjutnya:
Bagaimana bisa makhluk yang kucintai setengah mati itu, yang tentunya juga mencintaiku, menjerumuskanku ke dunia?
Apalagi jika kujawab bahwa hukuman bagi pelanggaran larangan memakan buah khuldi itu merupakan sesuatu yang berlebihan. Aku tidak boleh menilainya seperti itu. Sama sekali.
Hmm.... Lalu salah siapa? Ibliskah? Bukan. Di akhir cerita sang tokoh memberikan jawaban yang...., cukup memuaskan.
Ketika aku ikut makan buah yang disodorkan ibumu, aku sama sekali tidak mempunyai pikiran untuk menjadi pahlawan atau apa. Aku juga sebesar zarahpun tidak membayangkan, sungguh, bahwa cintaku kepada Hawa ternyata telah membuatmu mau tidak mau harus tinggal di dunia. Aku minta maaf. (Paragraf 8)
Puas tak?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar